Selasa, 21 Februari 2012

LDKR


Assalamualaikum Wr. Wb
Pada Kesempatan Kali ini Saya akan menceritakan kembali pelaksanaan LDKR di SMPN 41 Jakarta.
LDKR (Latihan Dasar Kepemimpinan Rohis) ditujukan untuk membangun pemuda yang berakhlak mulia sebagai aset bangsa yang paling berharga. Tema yang diusung adalah kepemimpinan Ala Rasulullah SAW

Dalam Pelaksanaanya LDKR sempat tertunda beberapa bulan, dari September hingga minggu lalu, Pertengahan Februari 2012 dikarenakan belum mendapat izin diari sekolah, dan Pak Muis yang ogah menginap, tapi dengan perjuangan tanpa batas LDKR dapat diizinkan walau dengan strategi politik ala Lintang.

17.40 WIB
17.48 WIB
Acara Pembukaan LDKR ini juga sempat tertunda karena Aula Sekolah dipakai dulu oleh Rapat Guru SMP se-DKI Jakarta, sehingga acara baru dibuka sekitar pukul 17.52 meleset satu jam dari susunan acara. Yang paling gelisah ketika acara diundur adalah si Dennis, bingung juga saya jadinya dipaksa membuka acara tanpa adanya tempat, sampai akhirnya ke rumah Bu Neneng untuk meminta kehadiranya tapi itupun sia-sia. Cemberut terukir di wajah Dennis, dan saya mencoba tuk bersabar.....setelah menunggu beberapa lama, akhirnya alumni ada yang tiba dan segera menyiapkan para peserta LDKR.

Acara inti baru dilakukan pada jam 03.48 dini hari, saya sudah menduga bahwa Dennis dan komplotanya sudah mengetahui rencana para alumni untuk mengumpatkan salah seorang diantara peserta dari masing-masing pasangan yang telah dibagi-bagi. Namun, hujan membuat saya untuk mengubah rencana. LDKR dilakukan dengan sistim per pos seperti biasa, sehingga usaha penggagalan rencana  alumni oleh Dennis dan komplotanya sia-sia.

Acara pun berakhir pada pukul 08.30 pagi dan ditutup oleh sambutan dari saya selaku ketua Rohis. Hujan enggan hengkang dari langit diatas saya sehingga basah menjadi penghalang saya untuk pulang, untungnya saya dijemput naik mobil, Alhamdulillah.......

Berikut Foto-fotonya :


Sambutan dari Pembina ROHIS, Bpk. Drs. Hanafi Muis
Serius amat bang ?
Wajah siapakah ini ??????




Hayo.... yang seimbang ya.....
Ayo dong bantuin.......!
Yah sendirian.......

Dalam LDKR, juga ditentukan Ketua ROHIS baru berikut Kandidatnya :

1. Dennis Febri Dien

2. Muhammad Falih Akbar


Sekian dan Wassalamualaikum wr. wb.

Rabu, 15 Februari 2012

Mardan Event

Assalamualaikum wr. wb.


Mardan Event adalah sebuah program Open House tahunan Rohis. yang diselenggarakan Pada Juli 2011 lalu.
Mardan Event adalah bukti komitmen Rohis dalam perjuangan dakwah, khususnya juga memperkenalkan Rohis SMPN 41 Jakarta sebagai sarana membentuk pribadi-pribadi muslim yang kuat.

Walaupun pembina tidak hadir, Acara tetap berjalan lancar. Permohonan izin dengan Kepsek, Staf , dan Pembina berjalan lancar, meskipun kritik dari Dennis menyerbu turun bagai hujan badai. Saya sebagai ketua merasa lega, dan mudah-mudahan selalu begitu. Satu prinsip yang saya pegang, yaitu Man Jadda Wa Jadda,dan Allah selalu bersama orang-orang yang yakin.

Berikut Foto-fotonya.........................

Sambutan dan Sambitan Ketua Rohis (Saya)
Sambutan dari tamu kehormatan, Ibu Neneng
MC kita tercinta..........Mr. Dennis Febri Dien
Mencari kesempatan dalam kesempitan.............
Seremoni Pembukaan Mardan Event..............Lha kok pake sirop?????
Hayoo Mau Kemana ?!...........Hayoo Mau Kemana ?!.....................


Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa meridhoi seluruh usaha kita dalam berdakwah, dan khususnya pelaksanaan LDKR 18-19 Februari 2012, Aamiin..............
Sekian dan Wassalam

Senin, 13 Februari 2012

Masa Depan Bumi Saat Matahari Berevolusi

Perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini menjadi salah satu efek yang sangat signifikan dalam perubahan kondisi Bumi selama beberapa dekade dan abad ke depan. Namun, bagaimana dengan nasib Bumi jika terjadi pemanasan bertahap saat Matahari menuju masa akhir hidupnya sebagai bintang katai putih? Akankah Bumi bertahan, ataukah masa tersebut akan menjadi masa akhir kehidupan Bumi?
Bintang Raksasa Merah. Impresi artis. source : Universetoday
Milyaran tahun lagi, Matahari akan mengembang menjadi bintang raksasa merah. Saat itu, ia akan membesar dan menelan orbit Bumi. Akankah Bumi ditelan oleh Matahari seperti halnya Venus dan Merkurius? Pertanyaan ini telah menjadi diskusi panjang di kalangan astronom. Akankah kehidupan di Bumi tetap ada saat matahari menjadi Katai Putih?
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan K.-P. Schr¨oder dan Robert Connon Smith, ketika Matahari menjadi bintang raksasa merah, ekuatornya bahkan sudah melebihi jarak Mars. Dengan demikian, seluruh planet dalam di Tata Surya akan ditelan olehnya. Akan tiba saatnya ketika peningkatan fluks Matahari juga meningkatkan temperatur rata-rata di Bumi sampai pada level yang tidak memungkinkan mekanisme biologi dan mekanisme lainnya tahan terhadap kondisi tersebut.
Saat Matahari memasuki tahap akhir evolusi kehidupannya, ia akan mengalami kehilangan massa yang besar melalui angin bintang. Dan saat Matahari bertumbuh (membesar dalam ukuran), ia akan kehilangan massa sehingga planet-planet yang mengitarinya bergerak spiral keluar. Lagi-lagi pertanyaannya bagaimana dengan Bumi? Akankah Matahari yang sedang mengembang itu mengambil alih planet-planet yang bergerak spiral, atau akankah Bumi dan bahkan Venus bisa lolos dari cengkeramannya?
Perhitungan yang dilakukan oleh K.-P Schroder dan Robert Cannon Smith menunjukan, saat Matahari menjadi bintang raksasa merah di usianya yang ke 7,59 milyar tahun, ia akan mulai mengalami kehilangan massa. Matahari pada saat itu akan mengembang dan memiliki radius 256 kali radiusnya saat ini dan massanya akan tereduksi sampai 67% dari massanya sekarang. Saat mengembang, Matahari akan menyapu Tata Surya bagian dalam dengan sangat cepat, hanya dalam 5 juta tahun. Setelah itu ia akan langsung masuk pada tahap pembakaran helium yang juga akan berlangsung dengan sangat cepat, hanya sekitar 130 juta tahun. Matahari akan terus membesar melampaui orbit Merkurius dan kemudian Venus. Nah, pada saat Matahari akan mendekati Bumi, ia akan kehilangan massa 4.9 x 1020 ton setiap tahunnya (setara dengan 8% massa Bumi).
Perjalanan evolusi Matahari sejak lahir sampai menjadi bintang katai putih.
Setelah mencapai tahap akhir sebagai raksasa merah, Matahari akan menghamburkan selubungnya dan inti Matahari akan menyusut menjadi objek seukuran Bumi yang mengandung setengah massa yang pernah dimiliki Matahari. Saat itu, Matahari sudah menjadi bintang katai putih. Bintang kompak ini pada awalnya sangat panas dengan temperatur lebih dari 100 ribu derajat namun tanpa energi nuklir, dan ia akan mendingin dengan berlalunya waktu seiring dengan sisa planet dan asteroid yang masih mengelilinginya.
Zona Laik Huni yang Baru
Saat ini Bumi berada di dalam zona habitasi / laik huni dalam Tata Surya. Zona laik huni atau habitasi merupakan area di dekat bintang di mana planet yang berada di situ memiliki air berbentuk cair di permukaannya dengan temperatur rata-rata yang mendukung adanya kehidupan. Dalam perhitungan yang dilakukan Schroder dan Smith, temperatur planet tersebut bisa menjadi sangat ekstrim dan tidak nyaman untuk kehidupan, namun syarat utama zona habitasinya adalah keberadaan air yang cair.
Terbitnya bintang raksasa merah. Impresi artis. Sumber: Jeff Bryant's Space Art.
Tak dapat dipungkiri, saat Matahari jadi Raksasa Merah, zona habitasi akan lenyap dengan cepat. Saat Matahari melampaui orbit Bumi dalam beberapa juta tahun, ia akan menguapkan lautan di Bumi dan radiasi Matahari akan memusnahkan hidrogen dari air. Saat itu Bumi tidak lagi memiliki lautan. Tetapi, suatu saat nanti, ia akan mencair kembali. Nah saat Bumi tidak lagi berada dalam area habitasi, lantas bagaimana dengan kehidupan di dalamnya? Akankah mereka bertahan atau mungkin beradaptasi dengan kondisi yang baru tersebut? Atau itulah akhir dari perjalanan kehidupan di planet Bumi?
Yang menarik, meskipun Bumi tak lagi berada dalam zona habitasi, planet-planet lain di luar Bumi akan masuk dalam zona habitasi baru milik Matahari dan mereka akan berubah menjadi planet layak huni. Zona habitasi yang baru dari Matahari akan berada pada kisaran 49,4 SA – 71,4 SA. Ini berarti areanya akan meliputi juga area Sabuk Kuiper, dan dunia es yang ada disana saat ini akan meleleh. Dengan demikian objek-objek disekitar Pluto yang tadinya mengandung es sekarang justru memiliki air dalam bentuk cairan yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan. Bahkan bisa jadi Eris akan menumbuhkan kehidupan baru dan menjadi rumah yang baru bagi kehidupan.
Bagaimana dengan Bumi?
Apakah ini akhir perjalanan planet Bumi? Ataukah Bumi akan selamat? Berdasarkan perhitungan Schroder dan Smith Bumi tidak akan bisa menyelamatkan diri. Bahkan meskipun Bumi memperluas orbitnya 50% dari orbit yang sekarang ia tetap tidak memiliki pluang untuk selamat. Matahari yang sedang mengembang akan menelan Bumi sebelum ia mencapai batas akhir masa sebagai raksasa merah. Setelah menelan Bumi, Matahari akan mengembang 0,25 SA lagi dan masih memiliki waktu 500 ribu tahun untuk terus bertumbuh.
Matahari yang menjadi raksasa merah akan mengisi langit seperti yang tampak dari bumi. Gambar ini menunjukan topografi Bumi yang sudah meleleh menjadi lava. Tampak siluet bulan dengan latar raksasa merah. Copyright William K. Hartmann
Saat Bumi ditelan, ia akan masuk ke dalam atmosfer Matahari. Pada saat itu Bumi akan mengalami tabrakan dengan partikel-partikel gas. Orbitnya akan menyusut dan ia akan bergerak spiral kedalam. Itulah akhir dari kisah perjalanan Bumi.
Sedikit berandai-andai, bagaimana menyelamatkan Bumi? Jika Bumi berada pada jarak 1.15 SA (saat ini 1 SA) maka ia akan dapat selamat dari fasa pengembangan Matahari tersebut. Nah bagaimana bisa membawa Bumi ke posisi itu?? Meskipun terlihat seperti kisah fiksi ilmiah, namun Schroder dan Smith menyarankan agar teknologi masa depan dapat mencari cara untuk menambah kecepatan Bumi agar bisa bergerak spiral keluar dari Matahari menuju titik selamat tersebut.
Yang menarik untuk dikaji adalah, umat manusia seringkali gemar berbicara tentang masa depan Bumi milyaran tahun ke depan, padahal di depan mata, kerusakan itu sudah mulai terjadi. Bumi saat ini sudah mengalami kerusakan awal akibat ulah manusia, dan hal ini akan terus terjadi. Bisa jadi akhir perjalanan Bumi bukan disebabkan oleh evolusi matahari, tapi oleh ulah manusia itu sendiri. Tapi bisa jadi juga manusia akan menemukan caranya sendiri untuk lolos dari situasi terburuk yang akan dihadapi.

Gliese 667C c, Exoplanet Laik Huni di Sistem Tiga Bintang

Assalamualaikum Wr. Wb.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas sebuah planet laik huni yang terletak di sistem 3 bintang, yaitu Gliese 667C c.
Sebuah planet baru kembali ditemukan! Dan yang menarik tentu saja lokasi keberadaannya yang berada di zona laik huni bintang induknya. Artinya planet tersebut bisa mempertahankan air dalam wujud cair di permukaannya. Dan ini adalah indikasi pertama dari sebuah planet laik huni.
Planet baru tersebut merupakan planet Bumi Super dengan indikasi merupakan planet laik huni yang mengitari bintang dekat. Planet Gliese 667C c a.k.a GJ667C c, planet yang saat ini berpotensi sebagai planet laik huni dan kandidat terbaik dari exoplanet serupa Bumi. Meski tentu saja untuk bisa memberi kesimpulan akhir masih dibutuhkan pengamatan lanjutan untuk mengkonfimasi kemampuan mempertahankan kehidupan di exoplanet tersebut.
Ilustrasi sistem keplanetan Gliese 667C yang memiliki planet di zona laik huni. Kredit : Guillem Anglada-Escudé
Planet Gliese 667C c
Planet Bumi Super yang menjadi kandidat planet laik huni Gliese 667C c merupakan planet yang menginduk pada salah satu bintang di sistem bintang bertiga. Ia mengitari bintang induknya dalam waktu 28 hari dan memiliki massa minimum 4,5 kali massa Bumi. Dan pastinya, si planet ini berada dalam zona laik huni bintang. Lokasi yang tidak terlalu panas dan tidak terllau dingin untuk keberadaan air dalam wujud cair di permukaan planet.
Diagram sistem keplanetan Gliese 667C. Kredit : UC Santa Cruz
Hasil penelitian tim internasional ini juga menunjukkan adanya kemungkinan keberadaan 2 atau 3 planet lagi yang ikut mengitari bintang dengan jarak 22 tahun cahaya dari Bumi di rasi Scorpius.  Gliese 667C c mengitari bintang katai merah Gliese 667C bersama planet Gliese 667C b, dan jarak Gliese 667C c dari bintang induknya sangat dekat yakni 0,12 SA. Jauh lebih dekat dari Merkurius ke Matahari. Tapi bintang induknya jauh lebih redup dari Matahari dan bisa memberikan energi yang cukup bagi planet untuk menjaga temperatur kebumiannya.
Temperatur di Gliese 667C c memang masih belu dapat dipastikan, tapi jika diasumsikan ia memiliki atmosfer kebumian yang sama, maka temperaturnya bisa jadi berkisar ~30º C dan seraga di seluruh planet. Tapi jika si planet memiliki atmosfer yang lebih masif, temperaturnya akan lebih tinggi dan tidak akan cocok bagi kehidupan.
Komposisi Gliese 667C c memang masih belum diketahui karena ukurannya juga belum diketahui, salah satu komponen penting yang digunakan untuk menghitung kerapatan.  Bisa saja planet Gliese 667C c merupakan planet batuan, lautan atau bahkan planet gas.  Hanya planet batuan atau planet lautan yang bisa dikategorikan sebagai planet laik huni. Untuk memenuhi kriteria itu, ukuran radiusnya haruslah di antara 1,7 – 2,2 radius Bumi.
Untuk mengetahui ukuran planet Gliese 667C c bisa dilakukan melalui metode transit seperti yang dilakukan Kepler. Tapi untuk kasus Gliese 667C c, kemungkinan ia adalah exoplanet transit sangatlah kecil.
Sistem Bintang Bertiga
Bintang induk dari planet Gliese 667C c, bintang Gliese 667C merupakan bintang katai kelas M yang mengorbit bintang Gliese 667A dan Gliese 667B pada jarak lebih dari 230 SA (sekitar 6 kali jarak Matahari – Pluto). Artinya, bintang Gliese 667C merupakan bagian dari sistem bintang bertiga. Meskipun demikian, lingkungan termal Gliese 667C c hanya dipengaruhi oleh sang bintang induk dan tidak dipengaruhi oleh dua bintang lainnya.
Dua bintang lainnya Gliese 667A dan Gliese 667B merupakan pasangan katai coklat oranye dengan konsentrasi kelimpahan elemen berat hanya 25% dari yang dimiliki Matahari. Elemen tersebut merupakan penyusun penting dalam membentuk sebuah planet kebumian. Karena itu diperkirakan kalau bintang dengan kelimpahan logam yang rendah tidak akan dapat memiliki kelimpahan planet bermassa rendah. Hal yang sama juga pada Gliese 667C. Bintang ini hanya memiliki sedikit kelimpahan elemen yang lebih berat dari helium seperti besi, karbon dan silikon.  Penemuan ini memberi indikasi kalau planet yang potensial untuk laik huni bisa muncul di lingkungan yang jauh berbeda dari yang diketahui sebelumnya.
Pengamatan Gliese 667C c
Tim pengamat yang terdiri dari astronom seperti Steven Vogt dan Eugenio Rivera (UC Santa Cruz) dan dipimpin oleh Guillem Anglada-Escudé dan Paul Butler (Carnegie Institution for Science), menggunakan data publik dari ESO dan kemudian menganalisa data tersebut. Selai itu mereka melakukan pengukuran ulang dengan menggunakan High Resolution Echelle Spectrograph dari W. M. Keck Observatory dan spektograf baru Carnegie Planet Finder Spectrograph pada teleskop Magellan II. Teknik yang mereka gunakan adalah mencari goyangan kecil pada gerak bintang yang disebabkan oleh gangguan gravitasi si planet.
Dalam sistem yang sama, telah ditemukan juga sebelumnya planet Bumi Super Giese 667C b dengan periode 7,2 hari meski tidak pernah dipublikasikan. Orbit planet tersebut sangat dekat dengan bintang sehingga akan terlalu panas untuk keberadaan air dalam wujud cair. Pengamatan baru akan dilakukan untuk menentukan parameter orbit dari planet Gliese 667C b tersebut.
Selain Gliese 667C c, para astronom juga menemukan planet gas raksasa dan tambahan planet Bumi Super lainnya yang mengorbit dengan periode 75 hari. Tapi untuk mengkonfirmasi keberadaannya masih dibutuhkan pengamatan lanjutan di masa depan.
Sampai saat ini dunia exoplanet sudah memiliki 750 planet yang sudah dikonfirmasi dan masih ada 2000 kandidat planet yang dilihat wahana Kepler yang maish harus dicari tahu apakah mereka benar-benar planet ataukah bukan. Dan manusia pun semakin mendekati impian dan harapannya untuk menemukan planet kembar Bumi lainnya di jagad semesta ini.